Ancaman Ketidakamanan Pangan dan Kematian Massal Internasional dalam Skenario Pemanasan Global yang Tak Terkendali : kajian jurnal Futures

Pendahuluan

Dalam artikel International risk of food insecurity and mass mortality in a runaway global warming scenario dibahas mengenai dampak risiko perubahan iklim dan kelaparan dunia. Penulis menyoroti dampak buruk dari perubahan iklim manusia terhadap pertanian primer, produksi akuakultur, dan rantai pasokan pangan yang mengancam ketahanan pangan. Artikel ini juga menyoroti potensi efek yang sangat merusak jika suhu meningkat melebihi ambang batas tertentu dan titik kritis memicu keadaan "Bumi Kaca". Para penulis mengkritisi kurangnya perhatian yang diberikan pada skenario pemanasan global yang ekstrem dan meminta lebih banyak penelitian untuk memprioritaskannya. Artikel ini juga membahas beberapa studi yang menggunakan model sistem bumi, penilaian terpadu, dan dampak, adaptasi, dan model kerentanan untuk mengeksplorasi skenario pemanasan global rendah hingga menengah. Studi ini membahas risiko kematian massal akibat ketidakamanan pangan pada skenario "pemanasan global menjadi liar" di mana penulis memperluas kerangka Limits to Growth. Para penulis juga mendefinisikan beberapa istilah kunci yang digunakan dalam dokumen, seperti perubahan iklim, pemanasan global, dan ketahanan pangan, antara lain. Artikel ini mencatat bahwa sumber makanan dari hewan telah menerima perhatian relatif sedikit sedangkan literatur yang lebih voluminosa tentang sumber makanan dari tumbuhan lebih difokuskan pada tanaman pokok.

Hubungan antara perubahan iklim dan ketidakamanan pangan

    Perubahan iklim yang diakibatkan oleh aktivitas manusia berdampak pada pertanian, produksi perikanan, dan rantai pasokan pangan secara global. Sistem pangan modern yang didasarkan pada produksi terbuka dan rantai pasokan global rentan terhadap berbagai stres biotik dan abiotik yang diperparah oleh perubahan iklim yang dihasilkan. Meskipun terdapat bukti kuat mengenai hal ini, emisi gas rumah kaca terus meningkat. Saat ini, diperkirakan suhu global akan meningkat sekitar 2,0 hingga 4,9 derajat Celcius pada tahun 2100. Namun, jika terjadi skenario emisi terburu-buru dengan pembakaran semua bahan bakar fosil yang tersedia, maka suhu dapat meningkat hingga sekitar 12 derajat Celcius. Terlepas dari penurunan emisi, konsentrasi CO2 yang belum pernah terjadi sebelumnya berisiko memicu titik-titik kritis pada umpan balik sistem iklim yang dapat menyebabkan pemanasan global melebihi 8 derajat Celcius. 

    Begitu temperatur mencapai ambang batas tertentu, maka dapat memicu "Hothouse Earth" state. Studi menunjukkan bahwa perubahan iklim global dapat berkontribusi pada kekurangan pangan hingga tingkat krisis dengan risiko kematian massal akibat kelaparan pada skenario perubahan iklim yang berlebihan. Bahkan pada kisaran suhu terendah, perubahan iklim bisa menyebabkan gangguan besar-besaran bagi sistem pangan global. Skenario kenaikan suhu yang tinggi juga berpotensi memicu distribusi pangan yang tidak merata dan menyebabkan kematian penduduk dunia hingga mencapai 6 miliar jiwa pada tahun 2100. Namun, skenario perubahan iklim di kisaran tinggi belum mendapat perhatian yang memadai dibandingkan dengan skenario rendah hingga sedang. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk memberi prioritas pada skenario perubahan iklim di kisaran tinggi. 

    Studi ini memperluas kerangka Limits to Growth, yang mengeksplorasi risiko kematian massal akibat ketidakamanan pangan pada skenario "runaway global warming" dengan kisaran suhu 8 hingga 12 derajat Celcius. Dalam menghadapi perubahan iklim, perlu adanya tindakan mitigasi dan kesiapan menghadapi dampak yang mungkin terjadi. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah membangun ketahanan dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim seperti mendesain sistem drainase, menginstall unit-alternatif irigasi dengan tenaga surya, pengembangan varietas tanaman yang tahan cuaca, serta diversifikasi sumber pangan melalui produksi lokal dan perdagangan. 

    Kebijakan iklim sebaiknya juga meliputi pemanajemen cadangan dan perdagangan pangan yang lebih baik untuk mengurangi dampak dahsyat dari kegagalan panen. Selain itu, pemahaman yang lebih baik mengenai kenaikan suhu yang tinggi juga dapat membantu para profesional hukum dan kebijakan dalam menghadapi masalah hak asasi manusia internasional terkait kewajiban moral negara-negara yang mengeluarkan emisi tinggi untuk menghindari kerusakan pada negara-negara yang terpapar perubahan iklim. Dalam mengatasi masalah ini, perlu dilakukan pendekatan secara global dan kerja sama internasional untuk menghindari dampak bencana pada tingkat internasional. Para peneliti pun bertujuan untuk mengembangkan model sampai pada resolusi tinggi dalam memperhatikan sistem pangan yang rumit dan dinamis saat melakukan analisis mengenai mioklimat, lahan, dan masyarakat.

Risiko eksistensial dan kemungkinan kematian massal

    Dampak pemanasan global pada ketidakamanan pangan dan keberlanjutan kehidupan manusia. Peningkatan suhu akan memengaruhi produksi pertanian, produksi akua-kultur, dan rantai pasokan makanan, yang mengancam keamanan pangan. Meskipun bukti yang ada sudah cukup, emisi gas rumah kaca terus meningkat dan skenario terburuk mengancam untuk memicu kondisi "Hothouse Earth" yang sangat berbahaya. Intensifikasi dari masalah ini dapat memicu efek yang lebih mematikan lagi jika suhu terus meningkat melampaui ambang batas yang ditetapkan. Para penulis meminta lebih banyak penelitian dan perhatian dalam hal skenario perubahan iklim secara ekstrim. Studi yang ada sebelumnya mengeksplorasi skenario perubahan iklim dengan menggunakan model sistem bumi, penilaian yang terintegrasi, dan model ketahanan dan kerentanan, untuk mengkaji skenario global warming yang rendah dan sedang. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa konsumsi makanan dari sumber hewan telah menerima perhatian yang minim dalam literatur, sementara literatur pada tanaman pangan lebih fokus pada tanaman pokok. Dengan skenario yang lebih buruk dan tak terkendali, seperti yang dijelaskan dalam kajian, kebutuhan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca menjadi sangatlah penting jika kita ingin memitigasi dampak dan untuk menghindari kerugian yang lebih besar lagi.

Model World3 dan perkiraan masa depan

    Model World3 digunakan untuk memperkirakan dampak pemanasan global yang tak terkendali pada keberlanjutan pangan dan kemungkinan kematian massal di tingkat internasional. Model ini adalah model dinamika sistem dunia nyata yang didefinisikan pada skala global-granularitas global. World3 menggambarkan hubungan antara lima subsistem utama yaitu populasi, modal, pertanian, polusi, dan sumber daya tak dapat diperbaharui. Di dalam World3, perubahan iklim tidak secara eksplisit dipertimbangkan, namun dapat diakomodasi melalui sub-sistem polusi, termasuk dampaknya pada produksi pertanian.

    Untuk memperkirakan dampak pemanasan global yang tak terkendali pada keberlanjutan pangan dan kemungkinan kematian massal di tingkat internasional, sebuah model sederhana dikembangkan dengan tujuan memberikan wawasan granularitas nasional-skala global tentang risiko internasional kematian massal dan ketidakamanan pangan pada skenario pemanasan global tak terkendali. Model ini didasarkan pada skenario "runaway global warming" di mana dampak perubahan iklim menyebabkan kegagalan produksi pertanian dan meningkatkan risiko ketidakamanan pangan dan kemungkinan kematian massal di masa depan. Model World3 digunakan untuk menghasilkan tren referensi untuk skenario "runaway global warming" pada level granularitas global-skala global, kemudian digunakan sebagai basis untuk mengembangkan model pada level granularitas nasional-skala global. Dalam kesimpulannya, studi ini menyatakan bahwa penggunaan model ini dapat memberikan wawasan dan meningkatkan kesiapan dalam menghadapi skenario pemanasan global yang tak terkendali pada keberlanjutan pangan dan kemungkinan kematian massal di tingkat internasional.

Tantangan dan solusi untuk menghadapi risiko pangan

    Risiko pangan di masa depan akan menjadi semakin besar akibat pemanasan global yang tak terkendali. Hal ini disebabkan adanya dampak buruk perubahan iklim yang diantaranya mempengaruhi produksi pertanian dan budidaya aquaculture, serta rantai pasok makanan yang menyebabkan ketidakstabilan pasokan makanan dan berdampak pada kesehatan dan penghidupan populasi di seluruh dunia. Faktanya, jumlah emisi gas rumah kaca terus meningkat dan perkiraan saat ini menunjukkan bahwa suhu global akan meningkat sekitar 2,0-4,9 derajat C pada tahun 2100. Namun, apabila emisi gas rumah kaca tidak bisa dikontrol dengan baik, dapat terjadi peningkatan suhu global mencapai 12 derajat C, dengan kemungkinan adanya titik kritis yang menyebabkan keadaan "Hothouse Earth". Skenario "runaway global warming" akan menyebabkan penurunan produksi pangan yang drastis dan tidak merata, serta mengakibatkan kemungkinan hilangnya sekitar 6 miliar jiwa karena kelaparan pada tahun 2100. Oleh karena itu, diperlukan studi yang lebih banyak mengenai skenario-skenario global warming yang ekstrem guna menyusun kebijakan mitigasi, adaptasi, dan ketahanan yang tepat.

    Beberapa solusi dan strategi yang mungkin untuk meminimalkan dampak risiko pangan di masa depan yang disebabkan oleh pemanasan global yang tak terkendali adalah melalui tindakan mitigasi, mengurangi kerentanan, dan membangun ketahanan dalam sistem pangan global. Tindakan mitigasi meliputi upaya penurunan emisi gas rumah kaca melalui penggunaan sumber energi terbarukan dan pengurangan konsumsi energi. Selain itu, secara khusus dalam sektor pertanian, teknologi digital seperti "digital twins" di rantai pasokan pangan dapat membantu mengidentifikasi dan memprioritaskan pengurangan emisi gas rumah kaca terkait dengan produksi pertanian.

    Upaya untuk mengurangi kerentanan dapat dilakukan dengan memperkenalkan kebijakan adaptasi dan teknologi yang dirancang untuk mengurangi kerentanan produktivitas pertanian yang terkena dampak perubahan iklim, seperti mengembangkan benih yang tahan terhadap cuaca ekstrim dan diversifikasi sumber pangan melalui produksi dan kemitraan perdagangan lokal.

    Selain itu, untuk membantu mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi Lingkungan baru, diperlukan pendekatan teknologi seperti produksi pangan di lingkungan tertutup yang dikendalikan oleh iklim seperti photobioreactors mikroalga dan makanan alternatif yang belum lazim seperti jamur, rumput laut, serangga, dan protein sel tunggal metan dan hidrogen, yang menurut beberapa studi dapat mempromosikan adaptasi terhadap perubahan iklim.

    Terakhir, penting untuk memahami kisaran skenario perubahan iklim, termasuk skenario terburuk. Oleh karena itu, modeller perubahan iklim diingatkan untuk mempertimbangkan berbagai skenario, yang harus mencakup skenario yang ekstrem. Adanya skenario ekstrem seperti "runaway global warming" pada rentang tinggi sangat penting untuk diperhitungkan dalam pengambilan keputusan dan upaya mengurangi kerentanan serta meningkatkan ketahanan.

Dampak sosial dan ekonomi

    Pemanasan global yang tak terkendali dapat menyebabkan dampak sosial dan ekonomi yang serius, terutama pada ketidakamanan pangan dan kemungkinan kematian massal. Artikel tersebut mengemukakan bahwa sistem pangan modern yang didasarkan pada produksi tanaman dan hewan dalam lingkungan terbuka dan rantai pasokan global rentan terhadap beragam faktor stres abiotik dan biotik yang diperparah oleh perubahan iklim yang disebabkan manusia. Meskipun terdapat bukti yang kuat, emisi gas rumah kaca terus meningkat. Skenario saat ini menunjukkan bahwa pemanasan global mencapai sekitar 2,0-4,9 ◦C pada saat 2100, namun jika terjadi skenario emisi terburuk dengan pembakaran cepat semua sumber bahan bakar fosil yang tersedia, maka akan terjadi kenaikan suhu sekitar 12 ◦C. Bahkan jika emisi turun, konsentrasi CO2-e atmosfer yang belum pernah terjadi sebelumnya akan memicu titik kritis pada umpan balik sistem iklim yang dapat menyebabkan pemanasan global melebihi 8 ◦C. 

    Artikel tersebut menjelaskan bahwa skenario "runaway global warming" yang spekulatif tentang kemungkinan pemanasan global yang sangat tinggi tidak mendapat perhatian yang cukup dibandingkan dengan skenario pemanasan global dari rendah hingga sedang. Dampak dari "runaway global warming" terhadap ketidakamanan pangan dan kemungkinan kematian massal dijelaskan dalam studi ini yang didasarkan pada model "World3". Studi tersebut menemukan adanya penurunan produksi pangan yang drastis dan ketidakadilan dalam distribusi populasi yang mengakibatkan sekitar 6 miliar kematian karena kelaparan pada saat 2100. Selain itu, artikel juga menyoroti pentingnya penelitian untuk memprioritaskan skenario pemanasan global yang sangat tinggi dan risiko yang terkait dengannya. Akibat dari kenaikan suhu yang tak terkendali tidak hanya memengaruhi Negara berkembang, namun Negara maju pun dapat mengalami gangguan sosial, ekonomi, dan politik yang besar serta konflik internasional dan migrasi massal. Oleh karena itu, model-model yang dapat digunakan untuk membantu meningkatkan mitigasi, kesiapan, dan adaptasi terhadap perubahan iklim harus termasuk skenario pemanasan global yang sangat tinggi bahkan jika kemungkinannya rendah.

Kesimpulan

    Artikel ini menyoroti ancaman ketidakamanan pangan dan kematian massal di tingkat internasional dalam skenario pemanasan global yang tak terkendali. Dalam konteks perubahan iklim, penurunan produktivitas pertanian, perubahan pola cuaca, dan perubahan dalam persebaran hama dan penyakit tanaman menjadi faktor yang berkontribusi terhadap ketidakamanan pangan global. Dalam skenario pemanasan global yang tak terkendali, terdapat risiko eksistensial yang melibatkan krisis pangan yang meluas, konflik sosial dan politik, migrasi massal, dan keruntuhan sistem sosial dan ekonomi. Model World3 digunakan untuk memperkirakan masa depan dan memberikan pemahaman tentang dampak yang mungkin terjadi. Dalam menghadapi risiko pangan ini, tantangan besar dihadapi, namun inovasi dalam pertanian berkelanjutan, pengurangan emisi gas rumah kaca, perubahan kebijakan pangan, dan kerja sama internasional menjadi solusi yang mungkin. Dampaknya tidak hanya terbatas pada aspek sosial dan ekonomi, tetapi juga dapat berdampak secara keseluruhan terhadap masyarakat dan negara.

Harap diperhatikan bahwa rincian spesifik yang disajikan dalam sumber ini akan bervariasi dan memerlukan akses langsung ke sumber tersebut untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang konten yang dijelaskan.

Sumber :

Richards, C. E., Gauch, H. L., & Allwood, J. M. (2023). International risk of food insecurity and mass mortality in a runaway global warming scenario. Futures, 103173.

Komentar

Postingan Populer