Infeksi dan Autoimunitas: Hubungan Rumit antara Teman dan Musuh ; kajian jurnal Trends in immunology
Pengenalan tentang infeksi dan autoimunitas
Infeksi adalah kondisi ketika organisme hidup seperti virus,
bakteri, jamur, atau parasit masuk ke dalam tubuh dan mulai berkembang biak.
Infeksi dapat menyebabkan berbagai gejala seperti demam, sakit kepala, mual,
dan muntah. Infeksi dapat memicu respons imun tubuh untuk melawan organisme
asing ini. Sementara itu, autoimunitas adalah kondisi ketika sistem kekebalan
tubuh menyerang jaringan sehat dalam tubuh sendiri. Ini terjadi ketika sistem
kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara sel-sel sehat dan sel-sel yang
merupakan ancaman bagi tubuh. Akibatnya, sistem kekebalan tubuh menyerang
sel-sel sehat ini dan menyebabkan kerusakan pada jaringan atau organ yang
terkena.
Perbedaan utama antara infeksi dan autoimunitas adalah bahwa
infeksi disebabkan oleh organisme asing yang masuk ke dalam tubuh sementara
autoimunitas disebabkan oleh respons imun yang salah terhadap jaringan sehat
dalam tubuh sendiri. Infeksi dapat diobati dengan antibiotik atau obat
antivirus sementara pengobatan autoimunitas melibatkan penggunaan obat-obatan
imunosupresif untuk menekan respons imun yang berlebihan pada jaringan sehat.
Infeksi dapat memicu respons imun yang berlebihan dan
menyebabkan terjadinya autoimunitas melalui beberapa mekanisme. Salah satu
mekanisme ini adalah ketika organisme asing seperti virus atau bakteri
menyerupai antigen pada sel tubuh kita. Ini dapat menyebabkan sistem kekebalan
tubuh menyerang sel-sel sehat dalam tubuh karena tidak dapat membedakan antara
sel-sel asing dan sel-sel sehat. Selain itu, infeksi juga dapat merusak
jaringan dalam tubuh dan memicu pelepasan antigen dari sel yang rusak. Ini
dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan sehat dalam upaya
untuk membersihkan antigen yang dilepaskan.
Ketika respons imun berlebihan terjadi, sistem kekebalan
tubuh akan terus menyerang jaringan sehat dalam tubuh bahkan setelah organisme
asing telah dihilangkan. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan atau
organ yang terkena dan akhirnya mengarah pada perkembangan autoimunitas. Namun,
perlu dicatat bahwa tidak semua infeksi akan menyebabkan autoimunitas. Infeksi
hanya akan memicu autoimunitas jika seseorang memiliki kerentanan genetik atau
faktor lingkungan tertentu yang membuat mereka lebih rentan terhadap
pengembangan autoimunitas setelah infeksi.
Jenis infeksi yang berhubungan dengan autoimunitas
Beberapa contoh infeksi yang diketahui terkait dengan perkembangan
autoimunitas adalah:
- Virus Epstein-Barr (EBV): Infeksi virus EBV telah dikaitkan dengan pengembangan beberapa penyakit autoimun seperti lupus sistemik, sklerosis ganda, dan tiroiditis Hashimoto. Mekanisme potensial di balik hubungan ini adalah bahwa virus EBV dapat meniru antigen pada sel tubuh manusia, sehingga sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat dalam tubuh. Selain itu, virus EBV juga dapat memicu pelepasan antigen dari sel yang rusak dan merangsang respons imun berlebihan.
- Bakteri Streptococcus pyogenes: Infeksi bakteri S. pyogenes telah dikaitkan dengan pengembangan penyakit autoimun seperti rheumatic fever dan glomerulonefritis poststreptokokus. Mekanisme potensial di balik hubungan ini adalah bahwa bakteri S. pyogenes menghasilkan protein yang menyerupai protein pada jaringan manusia, sehingga sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan sehat dalam upaya untuk membersihkan bakteri.
- Virus hepatitis C (HCV): Infeksi virus HCV telah dikaitkan dengan pengembangan beberapa penyakit autoimun seperti lupus sistemik dan sklerosis ganda. Mekanisme potensial di balik hubungan ini adalah bahwa virus HCV dapat merusak sel-sel hati dan memicu pelepasan antigen dari sel yang rusak, sehingga sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan hati sehat dalam upaya untuk membersihkan antigen.
Dampak dari infeksi pada sistem kekebalan tubuh dapat
bervariasi tergantung pada jenis infeksi dan mekanisme yang terlibat. Beberapa
infeksi dapat merusak jaringan dalam tubuh dan memicu respons imun berlebihan,
sementara yang lain dapat mempengaruhi regulasi sistem kekebalan tubuh. Dalam
beberapa kasus, infeksi dapat menyebabkan penurunan jumlah sel T regulator (T sel)
yang berfungsi untuk mengontrol respons imun dan mencegah serangan terhadap
sel-sel sehat dalam tubuh. Penurunan jumlah sel T regulator dapat menyebabkan
sistem kekebalan tubuh menjadi hiperaktif dan menyerang sel-sel sehat dalam
tubuh, yang pada akhirnya dapat menyebabkan perkembangan penyakit autoimun.
Selain itu, beberapa infeksi juga dapat memicu produksi autoantibodi, yaitu
antibodi yang menyerang sel-sel sehat dalam tubuh. Autoantibodi ini dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan dan organ dalam tubuh dan memicu
perkembangan penyakit autoimun. Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua orang
yang terinfeksi akan mengalami perkembangan penyakit autoimun, karena faktor
genetik dan lingkungan juga memainkan peran penting dalam pengembangan penyakit
autoimun.
Kesimpulan
Dalam artikel ini, kita mempelajari tentang hubungan antara infeksi dan autoimunitas. Infeksi dapat memicu perkembangan autoimunitas melalui mekanisme seperti peniruan antigen dan pelepasan antigen dari sel yang rusak. Respons imun yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan atau organ yang terkena dan mengarah pada perkembangan penyakit autoimun. Beberapa contoh infeksi yang dikaitkan dengan autoimunitas adalah infeksi virus Epstein-Barr, bakteri Streptococcus pyogenes, dan virus hepatitis C. Namun, tidak semua orang yang terinfeksi akan mengalami perkembangan penyakit autoimun, karena faktor genetik dan lingkungan juga memainkan peran penting. Pemahaman lebih lanjut tentang hubungan ini dapat membantu dalam diagnosis, pengobatan, dan pencegahan penyakit autoimun.
Sumber :
Kivity, S., Agmon-Levin, N., Blank, M., & Shoenfeld, Y. (2009). Infections and autoimmunity–friends or foes?. Trends in immunology, 30(8), 409-414.
Komentar
Posting Komentar