Mengungkap Ketimpangan Kekuasaan dalam Inisiatif Multistakeholder: Temuan dari Dewan Kehutanan Nasional Indonesia yang Didirikan oleh Pemerintah ; kajian jurnal Trees, Forests and People

Latar Belakang Penelitian

    Pada akhir 1990-an, terjadi gelombang demokratisasi di Indonesia yang memberikan kesempatan untuk melibatkan elemen masyarakat sipil dalam pembuatan kebijakan publik formal. Di sektor kehutanan, muncul inisiatif multistakeholder dari Dewan Kehutanan Nasional (DKN) yang dirancang untuk mempromosikan tata kelola hutan yang baik dengan melibatkan masyarakat dalam perumusan strategi dan pilihan kebijakan untuk meningkatkan pengelolaan hutan yang cerdas di Indonesia. Inisiatif multistakeholder menjadi penting dalam pengelolaan hutan dan lingkungan di Indonesia dan banyak negara lainnya, terutama di tingkat nasional dan subnasional. Inisiatif ini bertujuan untuk menjembatani negosiasi dan kolaborasi antara pemangku kepentingan dalam perumusan kebijakan dan solusi kebijakan di bidang kehutanan dan lingkungan. Salah satu inisiatif multistakeholder formal yang dianalisis dalam penelitian ini adalah Dewan Kehutanan Nasional (DKN) Indonesia. DKN dibentuk untuk menciptakan ruang bagi dialog dan pembelajaran multistakeholder, dan diharapkan menjadi badan yang berpengaruh dalam proses perumusan kebijakan terkait hutan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kekuasaan di dalam forum multistakeholder dan bagaimana kekuasaan memengaruhi pengambilan keputusan. Namun, DKN kemudian menunjukkan ketimpangan sumber daya yang dimiliki oleh pesertanya dan hubungan kekuasaan yang asimetris. Hal ini mengakibatkan proses yang didasarkan pada kekuasaan pemerintah. Oleh karena itu, pemahaman yang baik mengenai konteks inisiatif multistakeholder dan dinamika kekuasaan yang terjadi di dalamnya sangat penting. 

Tujuan Penelitian

    Tujuan dari kajian jurnal tersebut adalah untuk mengungkap ketimpangan kekuasaan yang terjadi dalam inisiatif multistakeholder dengan menggunakan Dewan Kehutanan Nasional Indonesia sebagai contoh kasus. Melalui penerapan teori tentang hubungan kekuasaan dalam inisiatif multistakeholder, kajian ini bertujuan untuk menilai apakah DKN berfungsi sebagai platform yang demokratis dan inklusif. Kajian ini menyoroti tantangan dalam menciptakan lingkungan deliberatif yang demokratis dan menyebutkan latar belakang yang berbeda dari beragam aktor yang terlibat. Para penulis mencatat bahwa peserta mungkin terlibat dalam persaingan untuk prioritas dan membentuk atau mempengaruhi proses untuk mengejar kepentingan mereka sendiri. Kajian ini juga menekankan pentingnya akses dan verifikasi informasi dalam konteks transparansi.

Metodologi Penelitian

    Metodologi penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan kualitatif yang didukung oleh analisis empiris-positivistik. Metode yang digunakan adalah pengujian (dan mungkin perbaikan) hipotesis penelitian yang ditentukan oleh teori terkait dengan hubungan kekuatan dalam inisiatif multistakeholder. Hipotesis ini berfokus pada proses di mana beberapa aktor mengarahkan institusi demokratis dan bebas kekuatan yang direncanakan. Penelitian ini menggunakan beragam metode pengumpulan data untuk memperoleh informasi yang valid dan dapat diandalkan, seperti wawancara dan observasi. Analisis dilakukan dengan menerapkan teori yang berkaitan dengan hubungan kekuasaan dalam inisiatif multistakeholder.

Temuan Penelitian

    Penelitian ini menemukan bahwa terdapat ketimpangan kekuasaan yang teridentifikasi dalam Dewan Kehutanan Nasional Indonesia yang secara bertahap memengaruhi proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan hutan dan implementasi kebijakan. Meskipun DKN awalnya memberikan ruang bagi berbagai stakeholder dari pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil untuk berpartisipasi dan memberikan ide tentang pengelolaan dan konservasi hutan di Indonesia, tetapi ketimpangan kekuasaan tersebut muncul dalam bentuk perbedaan sumber daya antar peserta dan hubungan interaksi stakeholder yang dipengaruhi oleh pemerintah. Hasil analisis menunjukkan bahwa keterlibatan pemerintah dalam proses pengambilan keputusan memiliki pengaruh yang besar pada progres DKN untuk mencapai tujuannya. DKN semakin bergantung pada pemerintah untuk mengejar kepentingannya sendiri. Akibatnya, DKN belum berhasil mempromosikan reformasi tata kelola hutan yang memadai di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan kekuasaan di antara berbagai stakeholder dapat menjadi risiko bagi DKN untuk mencapai tujuannya secara adil dan inklusif.

Implikasi dan Relevansi

    Temuan penelitian yang dibahas dalam makalah ini memiliki implikasi bagi pengelolaan hutan di Indonesia dan di luar itu dalam hal kebijakan, praktik pengelolaan hutan, dan upaya untuk meningkatkan keterlibatan semua pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan terkait hutan. Makalah ini menyoroti tantangan yang dihadapi dalam menciptakan lingkungan demokratis dan deliberal dalam forum multistakeholder dan menyebutkan latar belakang yang mungkin berbeda dari berbagai pihak yang terlibat. Makalah ini mencatat bahwa peserta mungkin terlibat dalam persaingan prioritas dan mengarahkan atau mempengaruhi proses untuk mengejar kepentingan mereka sendiri. Makalah ini menyimpulkan dengan pentingnya akses dan verifikasi informasi dalam konteks transparansi. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan memiliki sumber daya dan kekuatan yang sama dalam proses pengambilan keputusan terkait hutan guna mencapai pendekatan pengelolaan hutan yang lebih demokratis dan inklusif di Indonesia. Selain itu, upaya untuk meningkatkan transparansi dalam proses ini dapat efektif dalam meningkatkan keterlibatan pemangku kepentingan dan kepercayaan terhadap hasil pengambilan keputusan.

Kesimpulan:

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa inisiatif multistakeholder dalam pengelolaan hutan, seperti Dewan Kehutanan Nasional (DKN) Indonesia, menghadapi tantangan dalam menciptakan lingkungan demokratis dan inklusif. Terdapat ketimpangan kekuasaan yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan terkait hutan. Pemerintah memainkan peran yang dominan dan mempengaruhi hubungan antara pemangku kepentingan lainnya. Hal ini menghambat kemajuan DKN dalam mencapai tujuannya untuk meningkatkan tata kelola hutan yang cerdas dan inklusif. Penting untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan memiliki sumber daya dan kekuatan yang sama dalam pengambilan keputusan terkait hutan, sehingga dapat mencapai pendekatan yang lebih demokratis dan inklusif dalam pengelolaan hutan di Indonesia.

Harap diperhatikan bahwa rincian spesifik yang disajikan dalam sumber ini akan bervariasi dan memerlukan akses langsung ke sumber tersebut untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang konten yang dijelaskan.

Sumber :

Muttaqin, T., Soraya, E., Dharmawan, B., Laraswati, D., & Maryudi, A. (2023). Asymmetric power relations in multistakeholder initiatives: Insights from the government-instituted Indonesian National Forestry Council. Trees, Forests and People, 100406.

Komentar

Postingan Populer